Senin, 26 Oktober 2009

sanitasi ruang pemeliharaan dan kebun untuk ulat sutera

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persuteraan alam adalah kegiatan agro-industri yang meliputi pembibitan ulat sutera, budidaya tanaman murbei, pemeliharaan ulat sutera, pemintalan benang, pertenunan, pembatikan/ pencelupan/ pencapan/ penyempurnaan, garmen dan pembuatan barang jadi lain termasuk pemasarannya. Pengembangan persuteraan alam pada tingkat hulu diarahkan pada pemanfaatan lahan produktif, lahan kritis (murbei sebagai tanaman konservasi tanah dan air) dan lahan yang belum dimanfaatkan secara komersial, baik milik masyarakat maupun pemerintah. Dalam budidaya tanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera diperlukan dukungan sarana dengan teknologi tepat guna agar menghasilkan kokon berkualitas tinggi sehingga

mampu menghasilkan benang sutera bermutu tinggi pula.

Kegiatan persuteraan alam bersifat padat karya yaitu menyerap tenaga kerja banyak dan dapat dilakukan oleh laki-laki, perempuan, dewasa maupun anak-anak. Selain itu alam dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat dan menggerakan ekonomi kerakyatan di pedesaan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengentaskan kemiskinan di pedesaan.

Pengembangan persuteraan alam penting dilakukan karena :

1. Memiliki backward-lingkages dan forward-lingkages yang cukup panjang,

2. Menyerap tenaga kerja terdidik maupun kurang terdidik untuk budidaya tanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera hingga industri pengolahan (pemintalan, pertenunan pembatikan, pencelupan, pencapan, penyempurnaan dnan garmen), promosi, pemasaran dan pasca penjualan

3.Menghasilkan nilai tambah tinggi dengan rantai nilai yang panjang mulai dari kegiatan di bagian hulu hinggi hilir

4. Meningkatkan pendapatan daerah dan devisa

5. Melibatkan berbagai instansi terkait, pelaku usaha dan masyarakat luas.

Budidaya tanaman murbei merupakan dasar dari persuteraan alam, karena budidaya murbei menghasilkan pakan ulat sutera. Budidaya tanaman murbei merupakan kegiatan usaha dari mulai pembibitan, persiapan tanam, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen tanaman murbei yang dilakukan secara intensif dengan memperhatikan konservasi tanah dan air. Tujuannya adalah memproduksi daun murbei untuk pakan ulat sutera dengan produksi daun banyak dan kualitas nutrisi/ gizi tinggi. Sistem penanaman yang dilakukan monokultur atau polikultur/ tumpang sari

Kondisi Pertanaman Murbei di lapangan antara lain :Tanaman kurang perawatan, Produksi daun rendah, dan Kualitas daun kurang optimal, sedangtkan potensinya

antara lain : Tanaman murbei harus dipelihara secara intensif, Produksi\daun mampu mencapai 2 – 3 kg/tanaman/ pangkasan dan Kualitas daun baik. Tanaman murbei jika dibudidayakan tidak intensif maka produksi dan kualitas daun murbei kurang optimal, perkembangan tanaman lambat, kapasitas pemeliharaan ulat sedikit dan produksi dan kualitas kokon kurang.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha persuteraan alam salah satunya budidaya murbei. Budidaya murbei menghasilkan pakan yang mempen

garuhi 38,2 % keberhasilan usaha pemeliharaan ulat sutera selain jenis ulat 4,2%, klimat: 37,0%, kualitas telur: 3,1%, teknik pemeliharaan ulat: 9,3% dan faktor lain: 8,2%

1.2. Masalah dalam Sanitasi Murbei

Dalam budidaya tanaman murbei di Indonesia terdapat beberapa masalah antara lain :

Budidaya tanaman murbei sebagai sumber pakan ulat

sutera belum dilakukan secara intensif

Budidaya tanaman murbei dilakukan sebagai usaha sampingan

Jenis murbei yang ditanam belum seluruhnya unggul

• Produktivitas dan kualitas daun murbei sebagai pakan ulat sutera masih rendah

• Bibit yang digunakan tidak jelas kualitasnya

• Lokasi penanaman kurang sesuai

• Lahan kekurangan air/ tadah hujan

• Kualitas tanaman kurang baik

1.3. Tujuan Sanitasi Murbei Dan Ruang Pemeliharaan

• Meningkatkan produktivitas tanaman agar/pakan ulat sutera tersedia secara rutin

• Meningkatkan kualitas pakan ulat sutera

• Meningkatkan pendapatan petani

1.4. Sasaran

• Persediaan pakan ulat sutera banyak

• Daun/ pakan berkualitas

• Kandungan nutrisi/ protein tinggi

• Umur daun cukup

1.5. Prinsip Budidaya Murbei

• Menggunakan bibit bermutu

• Pengolahan tanah yang baik

• Pengairan yang cukup

• Pemupukan yang efektif dan efisien

• Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu

• Panen

• Pasca Panen

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Tanaman Murbei

Tanaman Murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m diatas ppermukaan laut dan memerlukan cukup sinar matahari. Tanaman ini mempunyai banyak jenis. Tinggi pohon sekitar 9 m. dan mempunyai percabangan banyak. Daun tunggal, letak berseling dan bertangkai dengan panjang 1-4 cm. Helai daun bulat telur, berjari atau berbentuk jantung, ujung runcing, tepi bergerigi dan warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk tandan, keluar dari ketiak daun, warnanya putih. Ukuran dan bentuk buah tergantung kepada jenis murbei. Juga warna buah ada yang putih, putih kemerahan, ungu atau ungu tua sampai hitam. Di India utara murbei dibiarkan tumbuh sebagai pohon di belakang rumah dengan tujuan untuk buah yang enak dan harum.

Tanaman murbei disamping sebagai pakan ulat sutera juga sebagai tanaman konservasi tanah dan penghijauan. Tanaman ini sudah lama dikenal di Indonesia dan mempunyai banyak nama antara lain : Besaran (Jawa Tengah dan Jawa Timur), Kertu ( Sumatra Utara), Gertu (Sulawesi) Kitaoc (Sumatra Selatan), Kitau (Lampung), Ambatuah (Tanah Karo), Moerbei (Belanda), Mulberry (Inggris), Gelsa (Italia) dan Murles (Perancis).

Murbei merupakan tanaman yang mempunyai banyak manfaat dan kegunaan. Selain sebagai sumber pakan ulat, tanaman murbei juga memiliki manfaat lain, yaitu sebagai bahan obat-obatan, desinfektan dan antiasmatik. Manfaat tersebut terdapat dalam berbagai bagian tanaman dari mulai daun, ranting, buah dan kulit.

Daun rasanya pahit, manis, dingin dan masuk kedalam meridian paru dan hati. Khasiatnya sebagai peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat (diaforetik), eluruh kencing (diuretik ), mendinginkan darah, pereda demam (antipiretik) dan memperjelas penglihatan.

Buah rasanya manis, dingin dan masuk ke dalam meridian jantung, hati dan ginjal. Fungsinya memelihara darah, ginjal, diuretik, peluruh dahak (ekspektoran), hipotensif, penghilang haus, meningkatkan sirkulasi darah dan efek tonik pada jantung.

Kulit akar rasanya manis, sejuk dan masuk ke dalam meridian paru. Khasiatnya sebagai antiasmatik, ekspektoran, diuretik dan menghilangkan bengkak (detumescent).

Ranting rasanya pahit, netral dan masuk ke dalam meridian hati.. Khasiatnya sebagai karminatif, antipiretik, analgesik, antireumatik dan merangsang pembentukan kolateral.

a. Bentuk Tanaman

Tanaman murbei berbentuk semak/ perdu, tingginya dapat mencapai 5 m – 6 m, tetapi bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai 20 m – 25 m.

b. Batang

Batang tanaman murbei warnanya bermacam-macam, tergantung speciesnya, yaitu hijau, hijau kecoklatan dan hijau agak kelabu. Percabangannya banyak dengan arah dapat tegak, mendatar dan menggantung. Batang, cabang dan ranting tumbuh dari ketiak daun dan berbentuk bulat.

c. Daun

Tanaman murbei berdaun tunggal dan terletak pada cabang spiral. Tulang daun sebelah bawah tampak jelas. Bentuk dan ukuran daun bermacam-macam, tergantung jenis dan varietasnya, yaitu berbentuk oval, agak bulat, ada yang berlekuk dan tidak berlekuk. Tepi daun bergerigi dengan ujung daun meruncing atau membulat. Permukaan daun ada halus mengkilap, ada juga yang kasab dan agak kasab.

d. Bunga dan Buah

Bunga murbei berumah satu (monoecious) atau dua (dioecious). Bunga jantan dan betina masing-masing tersusun dalam untaian terpisah.

Buah murbei merupakan buah majemuk yang berwarna hijau pada waktu muda, berwarna kuning kemerahan pada waktu agak tua dan merah sampai ungu kehitaman jika sudah tua.

e. Akar

Tanaman murbei memiliki perakaran yang luas dan dalam. Tanaman yang berasal dari stek perakarannya mampu tumbuh ke bawah mirip dengan akar tunggang hingga mencapai ke dalaman 10 cm – 15 cm dari permukaan tanah, sedangkan akar tanaman murbei yang berumur tua mampu menembus ke dalaman lebih dari 300 cm

2.2 Sistematika Tanaman Murbei

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Urticalis

Famili : Moraceae

Genus : Morus

Species : Morus sp.

2.2.1. Varietas Murbei

Di Indonesia ada kira-kira 100 lebih jenis/ varietas murbei, tetapi yang dikenal ada 6 jenis yaitu :

· Morus cathayana

· Morus alba

· Morus multicaulis

· Morus nigra

· Morus australis

· Morus macruora

Dari keenam jenis tersebut, jenis yang dianjurkan ditanam karena keunggulannya, baik produktivitas maupun kualitas daunnya adalah Morus cathayana, Morus alba, Morus multicaulis, Morus kanva (dari India), SHA 4 X LUN 109 (Cina), Morus multicaulis (Cina`2) dan Morus alba (Calafat). Jenis-jenis tersebut sudah beradaptasi cukup baik dengan kondisi lingkungan di Indonesia

2.2.2. Beberapa Varietas Tanaman Murbei

Beberapa varietas tanaman murbei yang tumbuh dan berkembang dengan baik di Jawa Barat disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Varietas Tanaman Murbei di Jawa Barat

No

Varietas

Species

Negeri asal

Tinggi dpl

1

Kanva-2

M. bombycis

India

400 -1200

2

Cathayana

M. alba

Jepang

200 - 500

3

Multicaulis

M. multicaulis

Jepang

700 - 1200

4

Lembang

M. bombycis

Indonesia

200 - 500

5

Khunpai

M. bombycis

Tailand

200 - 500

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sanitasi Kebun

Kegiatan ini bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhan tanaman yang tidak normal. Penyulaman sebaiknya dikerjakan minimal satu bulan setelah tanam. Bibit yang digunakan untuk kegiatan penyulaman adalah bibit yang memiliki ukuran dan umur yang sama dengan bibit yang ditanam. Apabila kegiatan penanaman menggunakan bibit stek (tanam langsung), bibit yang digunakan sebaiknya bibit stump. Apabila penanaman menggunakan bibit stump, maka bibit untuk kegiatan penyulaman digunakan bibit stump bersama tanah atau bibit stump.
Apabila kematian tanaman disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, maka sebelum dilakukan kegiatan penanaman, pada lubang tanam perlu diaplikasikan pestisida.


3.1.1 Penyisipan

Penyisipan adalah kegiatan penanaman pada kebun yang telah berproduksi dengan maksud untuk meningkatkan populasi ,seperti meningkatkan populasi dari 15.000 pohon / Ha menjadi 21.000 pohon / Ha.

Kegiatan penyisipan juga dilakukan untuk mengganti tanaman yang mengalami kematian.

Bibit yang digunakan untuk kegiatan penyisipan adalah bibit stump dalam polybag atau bibit stump yang masih ada tanah dengan ukuran hampi sama dengan ukuran tanaman yang ada dan dlakukan di kebun sekitar wilayah hutan.

Metoda lain untuk kegiatan penyisipan, yaitu dengan cara layering (perunduhan) yang menggunakan salah satu cabang pohon terdekat yang ditekuk ke dalam tanam.


3.1.2 Pengguludan

Pada lahan miring, kecepatan aliran permukaan air (surface run off) lebih cepat dibanding lahan datar. Kecepatan aliran permukaan air berpengaruh langsung terhadap jumlah erosi. Sedang di lain pihak, setiap terjadinya erosi, diangkut berbagai mineral tanah yang dibutuhkan tanaman terpenuhi dan terpelihara dengan baik.
Untuk menekan laju erosi tersebut di atas, maka pada lahan miring, perlu dibuat guludan(gumukan tanah)disepanjang barisan tanaman yang sejajar garis kontur.


3.1.3 Penggemburan Tanah

Tujuan kegiatan penggemburan tanah pada tanaman murbei yaitu untuk memperbaiki aerasi tanah, sehingga proses keluar dan masuknya udara kedalam tanah akan lebih lancar.

Pada tanah gembur pergerakan akar tanaman lebih leluasa, disamping kandungan udara tanah lebih tinggi dari tanah padat. Namun demikain, kegiatan penggemburan tanah ini harus dikerjakan hati-hati, karena pada saat penggemburan tanah bisa mengakibatkan bagian-bagian tanaman seperti pada bagian akar terluka/patah.
Kegiatan penggemburan tanah, sebaiknya dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan organik dan kegiatan pengguludan. Dengan cara ini, selain akan menghemat tenaga kerja, juga frekuensi pemotongan akar dilakukan secara minimal. Penggemburan tanah minimal dilakukan 1 kali dalam setahun.

Maksud dan tujuan pengendalian gulma adalah untuk mencegah persaingan antara murbei dengan tanaman pengganggu (gulma), baik yang terjadi didalam tanah (seperti dalam memperoleh hara mineral) maupun persaingan yang terjadi di atas permukaan tanah (seperti dalam memperoleh cahaya matahari untuk fotosintesis). Gambar menyajikan perbandingan produksi daun dari kebun murbei bebas gulma
Pengendalian gulma dilakukan mulai tanaman ada di persemaian hingga tanaman ada di lapangan.

3.1.4 Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma pada persiapan lapangan Dapat dilakukan secara manual atau secara kimia. PengendalianGulmapadtanamanmudPengendalian gulma pada tanaman muda sebaiknya dilakukan secara manual, karena pengendalian gulma secara kimia seringkali mengakibatkan kematian tanaman. Pengendalian Gulma pada tanaman dewasa Pengendalian gulma pada tanaman Dewasa dapat dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian secara kimia lebih ekonomis dibanding secara manual. Akan tetapi, metoda kimia dapat mematikan organisma yang terdapata dalam tanah. Karenanya, pengendalian gulma secara kimia yang terus menerus tidak dianjurkan. Sebaliknya, pengendalian gulma secara manual akan lebih baik terhadap tanah, akan tetapi cara ini kurang ekonomis. Untuk menyiasati keadaan ini kegiatan pengendalian gulma dilakukan dengan cara kombinasi, yaitu dengan cara manual dan kimia.
Frekuensi kegiatan pengendalian gulma, dilakukan tergantung kecepatan pertumbuhan gulma. Akan tetapi secara umum kegiatan pengendalian gulma dilakukan 45 hari sekali untuk Kebun Ulat Kecil, dan 80 90 hari untuk Kebun Ulat Besar.


3.1.5 Mulsa

Aktivitas / kegiatan penutupan bidang olah lahan dengan maksud untuk mengendalikan gulma, menghemat air tanah, meminimalkan laju erosi dan meminimalkan serangan penyakit disebut mulsa (mulching). Untuk pelaksanaan pemulsaan, dikenal dua bahan mulsa, yaitu mulsa organik dan mulsa sintesis. Bahan mulsa organik yang lazim digunakan adalah jerami dan gabah padi. Sedang bahan mulsa sintesis adalah plastik (vinyl mulching). Bahan mulsa organik dapat diaplikasikan pada tanaman muda dan tanaman yang telah berproduksi, sedang mulsa plastik efektif digunakan pada tanaman muda. Pengaruh mulsa terhadap produksi daun dan diameter cabang dapat dilihat pada gambar . Untuk luasan 1 Ha diperlukan jerami sebanyak 15 ton. Sedang mulsa syntesis kurang lebih sebanyak 8800 m.

3.1.6 Pemupukan

Beberapa hal yang menyebabkan tanah perlu dipupuk antara lain : tanaman tidak akan sempurna hidupnya, bila tanah kekurangan salah satu unsur mineral yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, sifat suatu unsur perannya sangat spesifik,sehingga tidak dapat digantikan dengan unsur lainnya.

3.2 Sanitasi Ruangan Pemeliharaan

Sanitasi ruangan terdiri dari beberapa metode salah satunya yaitu desinfeksi,desinfeksi dilkukan utuk mencegah infeksi kuman penyakit pada ulat sutera.

Meskipun untuk desinfeksi membutuhkan banyak biaya,tanpa desinfeksi yang baik tidak akan dapat dihasilkan kokon yang baik ,sehingga pemeliharaan ulat sutera tidak akan memberikan hasil atau pendapatan.

Desinfeksi dilakukan 2 kali ,sebelum dan setelah pemeliharaan ulat.bila petani berkelompok ,alat penyemrot dapat digunakan bersama dan akan meningkatkan hasil desinfeksi.

Desinfeksi dilaksanakan 6-8 hari sebelum ruangan dan alat-alat di gunakan, adapun desinfektan yang digunakan yaitu:

1. Larutan formalin 2-5%

Untuk menghasilkan larutan formalin 5% dilakukan pencampuran formalin dari toko = 36% dengan air.perbandingan 1:6

2. Larutan kaporit 2-5%

Untuk menghasilkan larutan kaporit 5% dilakukan pencampuran kaporit dari toko = 60% dengan air.perbandingan 1:11

Sedangkan jumlah desinfeksi yang di semprotkan yaitu:

· Formalin 2 – 5% = 0,5 liter/m2

· Kaporit 2 – 5% = 0,5 liter/m2

3.2.1 Cara Desinfeksi Ruangan

a. Desinfeksi Pertama

· Penyemprotan ruangan yang baru saja digunakan dengan larutan kaporit 5%

· Pencucian dengan penyemprotan air

· Fumigasi dengan penguapan(bila ruangan dapat ditutup rapat)

· Formalin 36% dicampur air dengan perbandingan 1:2 untuk 30 m3 diuapkan dalam ruangan

· Formalin tablet 5 gram + 10 gram belerang di bakar untuk 1 m3 ruangan.

3.2.2 Cara Desinfeksi Alat-Alat Pemeliharaan

· Desinfeksi peralatan dari kayu ,bamboo dan plastic dilakukan perendaman dalam larutan desinfektan.

· Pengeringan peralatan pemeliharaan dengan sinar matahari

· Kertas paraffin dan kertas alas desinfeksi dan disimpan .bila kertas-kertas tersebut merupakan kertas bekas pemeliharaan dimana banyak ulat yang sakit,kertas tersebut agar dibakar.

3.2.3 desinfeksi lingkungan sekitar ruangan pemeliharaan.

· Penyemprotan dengan larutan kaporit 5%

Untuk mencegah terjadinya infeksi kuman penyakit,diluar ruangan pemeliharaan ulat selalu disediakan larutan formalai atau kaporit 1% untuk mencuci tangan para petugas pemelihara sebelum bekerja didalam ruangan,larutan pencuci diusahakan diganti setiap hari,di luar ruangan di sediakan keset yang dibasahi larutan formalin 2%,setiap yang akan masuk ke dalam ruangan harus menggunakan sandal khusus yang telah di sediakan didalam ruangan ulat,setelah selesai bekerja,setiap hari ruangan ulat dan teras luar dibersihkan dan dipel dengan larutan formalin 2%.

3.2.4 Menghindarkan Ulat Dari Serangan Hama

· Dari tikus

Sebelum pemeliharaan dilakukan ,di pasang “racumin “agar nantinya ulat tidak diserang tikus,menutup pintusetiap selesai melakukan kegiatan di ruang pemeliharaan seperti pemberian makan dan pembersihan,

· Dari semut

Melilitkan kain pada kaki rak ,kemudian diberi sedikit solar dan kaki rak direndam dalam mangkok- mangkok kecil yang terbuat dari plastic dan di isi air.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kegiatan sanitasi pada pemeliharaan ulat sutera sangat penting sekali dilakukan karena kegiatan tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemeliharaan,apabila sanitasinya baik dan tekendali maka hasil dari pemeliharaan akan baik pula tetapi sebaliknya apabila sanitasi ruangan dan kebun kurang di perhatikan maka hasil yang di dapat tidak akan sesuai dengan apa yang diinginkan.

4.2 Saran

Dalam pemelihaan ulat sutera harus diperhatikankebersihan lingkungan dan ruang pemeliharaan karena sangat berpengaruh pada kondisi ulat sutera.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1985.Proyek Pengembangan Persuteraan Alam Indonesia, Buku Pelengkap Audio Visual.Japan Internasional Cooperation

Brasla,Ana;A Matei.1997.Pemeliharaan Ulat Sutera, Produksi Telur, Dan Pemeliharaan ulat sutera.Laporan pelatihan (Tidak di Publikasikan).Perum Perhutani Jawa Tengah.

1 komentar:

  1. Informasi yang sangat menarik terima kasih sudah disampaikan salam kenal dan sukses selalu

    BalasHapus